Kamis, 12 Juni 2014

Analisa dan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 56)

ANALISA & STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

Laba Per Saham ( PSAK 56)


Disusun Oleh :
Wiwin Kustanti  ( 2010.35.1311)
Yuni Susilowati  ( 2010.35.1239)
Yusnia Pohan     ( 2011.35.1484)
Yuniasih Solifah ( 2012.35.1805)

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ilmu Ekonomi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi  ( STIE ) Jakarta
2013/2014

BAB 1
PENDAHULUAN

     PSAK 56 Laba Per Saham menetapkan teknik perhitungan dan penyajian laba per saham. Laba per saham (LPS) adalah jumlah laba yang tersedia untuk setiap saham ekuitas. LPS dihitung dengan membagi laba yang tersedia bagi pemegang saham ekuitas dengan jumlah saham ekuitas yang beredar dalam suatu periode.
                                    LPS = Laba yang tersedia bagi pemegang saham ekuitas
                                                Jumlah saham ekuitas yang beredar
            Informasi laba per saham adalah informasi yang sangat penting bagi investor oleh sebab itu bila entitas ingin menampilkan (atau diwajibkan untuk menampilkan) informasi laba per saham dalam laporan keuangannya harus berdasarkan standar yang sama. Untuk entitas yang tidak memiliki efek berpontensi saham biasa, hanya LPS dasar saja yang diwajibkan.Namun untuk entitas yang memiliki efek berpotensi
saham biasa maka LPS dasar maupun LPS dilusian yang diwajibkan. 
           
Definisi
Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
            Antidilusi adalah kenaikan laba per saham atau penurunan rugi per saham sebagai akibat dari adanya asumsi bahwa instrumen yang dapat dikonversikan (convertible instrument) telah dikonversi, opsi atau waran telah dilaksanakan, atau saham biasa telah ditempatkan berdasarkan pemenuhan syarat tertentu.
            Dilusi adalah penurunan laba per saham atau peningkatan rugi per saham sebagai akibat dari adanya asumsi bahwa instrumen yang dapat dikonversikan telah dikonversi, opsi atau waran telah dilaksanakan, atau saham biasa ditempatkan berdasarkan pemenuhan syarat tertentu.
            Efek berpotensi saham biasa adalah instrumen keuangan atau kontrak lain yang memungkinkan pemegangnya memperoleh saham biasa.Contoh efek – efek berpotensi saham bisa adalah obligasi yang dapat dikonversi,saham preferen yang dapat dikonversi, saham biasa yang dapat diterbitkan pada saat terpenuhinya suatu kondisi tertentu, instrument keuangan yang dapat diselesaikan dengan saham, opsi, waran, atau hak – hak lain untuk memperoleh saham biasa entitas yang bersangkutan.
            Opsi  jual atas saham biasa adalah kontrak yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual saham biasa pada harga tertentu dan jangka waktu tertentu.
            Opsi, waran, dan instrumen keuangan sejenis adalah instrumen keuangan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli saham biasa.
            Perjanjian saham kontinjen adalah perjanjian untuk menerbitkan saham yang bergantung pada pemenuhan syarat tertentu.
            Saham biasa adalah instrumen ekuitas yang merupakan subordinat dari semua kelompok  instrumen ekuitas lain.
            Saham biasa yang dapat ditempatkan secara kontinjen adalah saham biasa yang dapat ditempatkan berdasarkan pemenuhan syarat tertentu dalam suatu perjanjian saham kontinjen tanpa atau dengan sedikit pembayaran baik dalam
bentuk kas maupun alat pembayaran lain.
            Efek berpotensi saham biasa adalah instrumen keuangan atau kontrak lain yang memungkinkan pemiliknya memperoleh saham biasa.
Tujuan
            Tujuan Pernyataan ini adalah untuk menetapkan prinsip penentuan dan penyajian laba per saham, sehingga meningkatkan daya banding kinerja antar entitas berbeda pada periode pelaporan sama, dan antar periode pelaporan berbeda  untuk entitas sama. Meskipun data laba per saham mempunyai keterbatasan karena adanya kebijakan akuntansi berbeda yang mungkin digunakan untuk menentukan  ‘laba’,  penentuan penyebut secara konsisten akan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Fokus Pernyataan ini adalah pada penyebut yang digunakan dalam penghitungan laba per saham.





Bab II
Pembahasan

A.             LABA PER SAHAM DASAR
            Untuk entitas yang tidak memiliki efek berpotensi saham biasa, PSAK 56 mensyaratkan penyajian angka LPS dasar saja. LPS dihitung dengan membagi laba atau rugi neto yang tersedia bagi pemegang saham biasa dengan jumlah saham biasa yang beredar dalam suatu periode.
            Pembilang laba atau rugi neto yang tersedia bagi pemegang saham biasa dalam suatu periode ditentukkan dengan memasukan semua unsur penghasilan dan beban yang diakui dalam suatu periode, termasuk beben pajak, deviden untuk saham perferen, dan hak – hak pemegang saham minoritas.

Saham Tambahan yang Diterbitkan pada Harga Pasar Penuh
            Jika suatu entitas menerbitkan saham biasa tambahan selama tahun berjalan untuk pertimbangan kas atau pertimbangan lainnya pada harga pasar penuh, maka entitas tersebut harus menghitung jumlah rata – rata tertimbang saham biasa yang beredar.

Saham yang Dibeli Kembali
            Jika suatu entitas membeli kembali sahamnya selama tahun yang sama, entitas tersebut juga harus menghitung jumlah rata – rata tertimbang saham biasa yang beredar. Ketika suatu entitas menerbitkan saham tambahan selama tahun yang bersangkutan dalam bentuk saham bonus, PSAK 56 mensyaratkan agar jumlah saham yang beredar untuk perhitungan LPS disesuaikan secara retroaktif untuk efek penerbitan bonus tersebut.
            PSAK 56 juga mensyaratkan bahwa jika bonus diterbitkan setelah tanggal pelaporan keuangan, perhitungan LPS untuk periode tersebut dan periode – periode sebelumnya didasarkan pada jumlah saham baru.

Pemecahan Saham
            Pemecahan saham (share split), seperti saham bonus, tidak melibatkan arus masuk dana. Oleh kerenanya dalam perhitungan LPS, PSAK 56 mensyaratkan agar jumlah saham yang beredar disesuiakan secara retroaktif untuk efek pemecahan saham.
            PSAK 56 mensyaratkan jika pemecahan saham dilakukan setelah tanggal pelaporan keuangan, perhitungan LPS untuk periode tersebut dan periode – periode sebelumnya harus didasarkan pada jumlah saham yang baru.

Saham yang Diterbitkan dalam Penggabungan Usaha
            Ketika saham bisa diterbitkan selama tahun yang bersangkutan sebagai ganti dari kepemilikan minoritas dalam ekuitas entitas lain di suatu penggabungan usaha, penghitungan jumlah rata – rata tertimbang dari saham yang beredar bergantung pada bagaiman kombinasi bisnis tersebut dijelaskan.
            Jika penggabungan usaha dijelaskan dengan metode pembelian, dimana hanya laba pasca akuisisi dari entitas yang diakuisisi saja yang disertakan dalam laba entitas gabungan, sahamnya dianggap telah diterbitkan pada tanggal penggabungan usah demi kepentingan penghitungan jumlah rata – rata tertimbang saham yang beredar.

Saham Preferen
            Suatu entitas selain memiliki modal saham biasa, juga dapat mempunyai modal saham preferen. Demi kepentingan perhitungan LPS, jumlah laba yang dikaitkan dengan pemegang saham biasa dikurangi oleh jumlah deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham preferen.
            Jika saham preferen adalah non – kumulatif, jumlah deviden preferen yang dikurangi haruslah dibatasi pada jumlah yang dibayarkan atau yang diusulkan.

B.   LABA PER SAHAM DILUSIAN
            Penghitungan LPS dilusian adalah didasarkan pada asumsi bahwa semua efek berpotensi saham biasa dilutive dikonversi menjadi saham biasa. LPS dilusian adalah angka proforma. LPS dilusian bermanfaat untuk membandingkan profitabilitas suatu perusahaan.
            LPS dilusian yang disajikan haruslah angka kemungkinan terburuk. Kerenanya hanya efek berpotensi saham biasa yang sifatnya dilutif yang disertakan dalam penghitungan LPS dilusian. Angka LPS dilusian adalah informasi penting bagi investor untuk membayangkan kemungkinan terburuk atas nilai LPS bila instrument berpotensi saham biasa seakan – akan terjadi dan mencairkan nilai LPS dasar.



Instrumen Konversi Dilutif
            Ketika suatu entitas memiliki instrument dikonversi, misalnya saham preferen dan obligasi yang bisa dikonversi, atau saham pinjaman,  entitas tersebut harus menyajikan LPS dasar serta LPS dilusian. LPS dilusian dihitung berdasarkan asumsi jika dikonversi.
            Apabila sebagian dari instrument konversi sebenarnya telah dikonversi selama periode berjalan, jumlah rata – rata tertimbang saham untuk perhitungan LPS dasar akan dihitung berdasarkan tanggal konversi selama periode berjalan.

Opsi dan Waran
            Apabila sebuah perusahaan menerbitkan opsi atau waran untuk memesan saham biasa perusahaan itu, dan jika pelaksanaan opsi dan waran in berpengaruh dilutive, maka perusahaan itu harus menyajikan baik LPS dasar maupun LPS dilusia.
            LPS dilusian dihitung dengan asumsi bahwa opsi dan waran telah dilaksanakan pada hari pertama periode berjalan dan jumlah maksimum saham biasa baru yang telah dikeluarkan dalam syarat – syarat opsi dan wara.
            Jika pelaksanaan opsi dan waran lebih rendah dari pada nilai pasar rata – rata saham selama periode berjalan, maka penerapan prinsip pembelian kembali saham akan berpengaruh kepada bertambahnya bilangan penyebut dalam perhitungan LPS dilusian.

Saham Biasa yang Belum Diperingatkan untuk Deviden
            Apabila suatu perusahaan memiliki saham biasa beredar yang belum diperingatkan untuk deviden pada periode yang dilaporkan, PSAK 56 menyatakan bahwa saham itu harus dianggap sebagai setara waran atau opsi.
            Karena saham biasa yang belum diperingatkan untuk deviden dibayar hanya sebagian di akhir tahun yang dilaporkan, saldo yang belum dibayar diasumsikan mencerminkan hasil yang digunakan untuk membeli saham biasa. Jumlah saham yang dimasukan ke dalam LPS dilusian adalah perbedaan antara jumlah saham yang dipesan dan jumlah saham yang diasumsikan dibeli.

Kontrak yang Dapat Diselesaikan dengan Penerbitan Saham atau Pembayaran Kas
            Apabila suatu perusahaan menerbitkan kontrak yang dapat diselesaikan dengan penerbitan saham atau pembayaran kas, PSAK 56 menyatakan bahwa perusahaan itu harus menganggap kontrak itu akan diselesaikan dengan saham biasa, dan bahwa hasil saham biasa potensial harus dimasukan dalam perhitungan LPS dilusian jika pengaruhnya bersifat dilutif.

Opsi Pembelian dan Opsi Pelunasan
            PSAK 56 menyatakan bahwa kontrak – kontrak seperti penerbitan saham yang penerimaan  dananya digunakan untuk membeli kembali saham itu atau melunasi hutang, maka tidak boleh dimasukan dalam perhitungan LPS dilusian. Karena jika dimasukkan, kontrak – kontrak itu bersifat antidilutif, kerena opsi pelunasan hanya dilaksanakan jika harga pelaksana lebih besar dari pada nilai pasar, dan opsi pembelian dilaksanakan jika harga pelaksanaan lebih kecil dari pada nilai pasar.

Uji Antidulasi
            Menurut PSAK 56, angka pemgendalian uji dulasi adalah laba / rugi dari operasi yang dilanjutkan per saham yang dihitung sebagai laba / rugi dari operasi yang dilanjutkan yang terkait dengan pemilik saham induk perusahaan dibagi dengan jumlah saham beredar yang diterbitkan.
            uji antidilusi mudah dilakukan. Namun apabila dalam kasus terdapat terdapat lebih dari satu saham atau opsi atau waran yang dapat dikonversikan, uji antidulasi sedikit lebih rumit.

C.   PENYAJIAN KEMBALI
Jika terjadi penerbitan bonus, pemecahan saham atau penggabungan saham selama periode berjalan, PSAK 56 mensyaratkan bahwa pengaruh perubahan in disesuaikan secara retroaktif, dan angka LPS komparatif disajikan kembali.
            PSAK 56 juga menyatakan, bahwa jika penerbitan bonus, pemecahan saham atau pengggabungan saham terjadi setelah tanggal pelaporan namun sebelum penerbitan laporan keuangan, maka angka – angka LPS untuk periode berjalan dan periode – periode sebelumnya harus disajikan kembali secara retroaktif berdasarkan jumlah saham yang baru.
            Namun, PSAK 56 menyatakan bahwa angka – angka LPS tidak boleh disajikan kembali untuk memperhitungkan penerbitan saham biasa untuk kas atau pembayaran lain dan penebusan saham biasa beredar yang terjadi setelah tanggal pelaporan. Ini karena transaksi pasca-tanggal pelaporan semacam itu mempengaruhi jumlah sumber daya yang digunakan untuk menghasilakan laba atau rugi neto untuk periode di masa depan.
            Di samping itu, sebagaimana dibahas pada ilustrasi 30.26 dan 30.31, PSAK 56 menyatakan bahwa angka – angka LPS periode sebelumnya yang disajikan sebagai angka –angka komperatif tidak boleh disajikan kembali untuk memperhitungkan asumsi yang digunakan dalam konversi saham biasa potensial menjadi saham biasa.
D.   PERSYARATAN PENGUNGKAPAN
            PSAK 56 mensyaratkan bahwa suatu perusahaan menyajikan angka – angka LPS berikut dalam laporan laba rugi komprehensif : LPS dasar untuk laba/rugi dari operasi yang dilanjutkan, LPS dasar untuk laba/rugi periode berjalan, LPS dilusian untuk  laba/rugi periode berjalan. PSAK 56 juga mensyaratkan bahwa seluruh angka LPS ini disajikan sama pentingnya untuk seluruh periode yang disajikan.
            PSAK 56 mensyaratkan pengungkapan dasar perhitungan angka – angka LPS. Secara khusus, ‘ jumlah laba atau rugi yang terkait dengan pemilik saham biasa ‘ yang digunakan sebagai pembilang paragraph dan ‘ jumlah saham beredar ‘ yang digunakan sebagai penyebut dalam perhitungan LPS.
            PSAK 56 lebih lanjut mensyaratkan rekonsiliasi antara pembilang dalam perhitungan LPS dengan ‘ laba rugi yang terkait dengan pemilik saham induk perusahaan’ dalam laporan laba rugi komprehensif, dan rekonsiliasi antara penyebut dalam perhitungan LPS dengan penyebut dalam perhitungan LPS dilusian.
PSAK 56 mensyaratkan pengungkapan saham biasa potensial yang tidak dimasukan ke dalam perhitungan LPS dilusian karena saham itu bersifat antidilutif untuk periode yang disajikan, namun berpotensi mendilusi LPS dasar di masa depan.
            PSAK 56 juga mensyaratkan pengungkapan transaksi saham biasa atau saham biasa potensial yang terjadi setelah tanggal pelaporan dan yang secara signifikan dapat megubah jumlah saham biasa atau saham biasa potensial yang beredar diakhir periode jika transaksi tersebut terjadi sebelum akhir periode yang dilaporkan.
E.   PERBEDAAN DENGAN STANDAR IASB
PSAK 56 dibuat berdasarkan IAS 33 Laba per saham yang dikeluarkan oleh IASB. Tidak ada perbedaan signifikan antara PSAK 56 dan IAS 33 kecuali laporan keuangan tersendiri yang tercangkup dalam ruang lingkup tidak diadopsi karena konsep laporan keuangan tersendiri sebagai laporan keuangan untuk umum tidak diadopsi dalam PSAK 4.
Contoh – contoh
a)    Laba per saham dasar
     PT A dikelola pada tahun 20X1 dengan modal saham sebanyak 10.000.000. saham biasa yang dibayar penuh, yang nilainya Rp.1.000 per saham. Tidak ada perubahan pada modal sahamnya selama ini. Laporan laba rugi komprehensif konsilidasi untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 20X8 adalah sebagai berikut :

                                                                                    Rp ‘000
            Laba sebelum pajak                                           5.000.000
            Pajak                                                                1.000.000
            Laba setelah pajak                                             4.000.000

            Dialokasikan untuk :
            Pemegang ekuitas induk perusahaan                   3.000.000
            Pemegang saham minoritas                                1.000.000
                                                                                    4.000.000
Dalam contoh ini LPS dihitung sebagai berikut :
            = laba yang tersedia bagi pemegang saham ekuitas
                        Jumlah saham ekuitas yang beredar
            = Rp. 3.000.000.000
                        10.000.000
            = Rp 300

b)    Saham tambahan yang diterbitkan pada harga pasar penuh
PT B dikelola pada tahun 20X5 dengan modal saham 100.000.000 saham biasa yang dibayar penuh, yang nilainya Rp 1.000 per saham. Tajun bukunya berakhir pada 31 Desember. Pada 1 Oktober 20X8, PT B menerbitkan 12.000.000 saham biasa tambahan pada harga pasar penuh secara tunai dan bahwa semua saham baru yang diterbitkan tersebut layak untuk deviden tahun ini.
Penghitungan LPS untuk tahun 20X5 menentukan jumlah rata – rata tertimbang saham yang beredar selama 20X8 yang dapat dihitung dengan cara berikut :

Jumlah rata – rata tertimbang saham yang beredar ditahun 20X8
  = 100.000.000 saham yang beredar untuk 12 bulan ditambah 12.000.000 saham yang beredar untuk 3 bulan
  = 100.000.000 x 12/12 + 12.000.000 x 3/12
  = 103.000.000
Atau
  = 100.000.000 saham yang beredar untuk 9 bulan pertama + 112.000.000 saham beredar untuk 3 bulan terakhir
= 100.000.000 x 9/12 + 112.000.000 x 3/12
= 103.000.000

c)         Saham yang dibeli kembali
PT C dikelola pada tahun 20X5 dengan modal saham sebanyak 100.000.000 saham biasa yang dibayar penuh, yang masing – masing bernilai 1.000.
Demi kepentingan penghitungan LPS tahun 20X8 penerbitan bonus sebanyak 10.000.000 dianggap telah diterbitkan pada 1 Januari 20X8. Selain itu, demi kepentingan penyajian LPS tahun 20X7 sebagai angka pembanding, saham bonus dianggap telah diterbitkan pada 1 Januari 20X7.

Jumlah saham biasa yang beredar untuk tahun 20X8 (an untuk tahun 20X7, jika LPS tahun 20X7 akan disajikan sebagai angka pembanding)
     = 100.000.000 saham yang beredar selama 12 bulan + 10.000.000 saham yang beredar selama                  12 bulan
     = 110.000.000

d)         Pemecahan saham
       PT Z memiliki 40.000.000 saham yang beredar yang dikutip pada harga dengan hak sebesar Rp 5.500 per saham, menerbitkan hak beli saham 1 untuk 4 (yaitu tambahan 10.000.000 saham) pada harga pelaksana sebesar Rp 3.000 per saham. Dalam kasus ini, harga tanpa saham teoretis dapat ditentukan seperti berikut :
            = (40.000.000 x Rp 5.500 + (10.000.000 X Rp 3.000)
                                                50.000.000
       = Rp 5.000

e)      Opsi Pembelian dan Opsi Pelunasan
     Diasumsikan bahwa pada tanggal 1 Januari 20X8, PT ABC memiliki 1.000.000 opsi pelunasan atau saham biasanya dengan harga pelaksanaan Rp 6.000. Nilai pasar rata – rata saham biasa itu selama tahun 20X8 adalah Rp 4.000. Dalam kasus ini, untuk tujuan perhitungan LPS dilusian tahun 20X8, PT ABC harus :
a.       Mengasumsikan bahwa PT ABC telah menerbitkan 1.500.000 saham (sehingga memiliki Rp 6.000.000.000 (1.500.000 x Rp 4.000) untuk memenuhi kewajiban sebesar Rp 6.000.000.000 (1.000.000 x Rp 6.000) dan
b.       Mengasumsikan bahwa PT ABC menggunakan jumlah Rp 6.000.000.000 itu untuk membeli kembali 1.000.000 saham (Rp 6.000.000.000 / Rp 6.000)\
Dengan demikian, untuk tujuan perhitungan LPS dilusian tahun 20X8, penyebut bertambah sebesar 500.000 saham (1.500.000 – 1.000.000)
g)    Uji Antidulasi
     Diasumsikan bahwa PT ABC memilki 10.000 saham biasa yang diterbitkan, dan laporan laba rugi konprehensif untuk tahun 20X8 adlah sebagai berikut :
                                                                                    Rp
            Laporan dari operasi normal                                1.000.000
            Rugi dari operasi dalam penghentian                      600.000
            Laba neto                                                             400.000
Dalam kasus ini LPS dasar adalah :
            = Rp 400.000 / 10.000
            = Rp 40
     Diasumsikan pula bahwa perusahaan memiliki saham pinjaman yang dapat dikonversikan (CLS) beredar sebesar Rp 2.000.000, yang dapat dikonversikan menjadi 2.000 saham biasa, suku bunga 10%, tingkat pajak 26%.

Angka pengendalian untuk uji dilusi adalah :
            = Rp 1.000.000 / 10.000
            = Rp 100
LPS atas saham yang dapat dikonversi adalah :
            = (Rp 2.000.000 x 10% x (1-26%)) / 2.000
            = Rp 148.000 / 2.000
            = Rp 74
Jika dibandingkan dengan angka pengendalian, CLS bersifat dilutif dan harus dimasukan dalam
perhitungan LPS dilusian. Oleh karena itu LPS dilusian adalah :
            = (Rp 400.000 + Rp 148.000) / (10.000 – 2.000)
            = Rp 69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar