Laba Per Saham ( PSAK 56)
Disusun Oleh :
Wiwin Kustanti ( 2010.35.1311)
Yuni Susilowati ( 2010.35.1239)
Yusnia Pohan ( 2011.35.1484)
Yuniasih Solifah ( 2012.35.1805)
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ilmu Ekonomi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ( STIE ) Jakarta
2013/2014
BAB 1
PENDAHULUAN
PSAK 56 Laba
Per Saham menetapkan teknik perhitungan dan penyajian laba per saham. Laba
per saham (LPS) adalah jumlah laba yang tersedia untuk setiap saham ekuitas.
LPS dihitung dengan membagi laba yang tersedia bagi pemegang saham ekuitas
dengan jumlah saham ekuitas yang beredar dalam suatu periode.
LPS = Laba
yang tersedia bagi pemegang saham ekuitas
Jumlah
saham ekuitas yang beredar
Informasi laba per saham adalah
informasi yang sangat penting bagi investor oleh sebab itu bila entitas ingin
menampilkan (atau diwajibkan untuk menampilkan) informasi laba per saham dalam
laporan keuangannya harus berdasarkan standar yang sama. Untuk entitas yang
tidak memiliki efek berpontensi saham biasa, hanya LPS dasar saja yang
diwajibkan.Namun untuk entitas yang memiliki efek berpotensi
saham
biasa maka LPS dasar maupun LPS dilusian yang diwajibkan.
Definisi
Berikut
adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Antidilusi adalah kenaikan laba per
saham atau penurunan rugi per saham sebagai akibat dari adanya asumsi bahwa
instrumen yang dapat dikonversikan (convertible instrument) telah dikonversi,
opsi atau waran telah dilaksanakan, atau saham biasa telah ditempatkan
berdasarkan pemenuhan syarat tertentu.
Dilusi
adalah penurunan laba per saham atau peningkatan rugi per saham sebagai akibat
dari adanya asumsi bahwa instrumen yang dapat dikonversikan telah dikonversi,
opsi atau waran telah dilaksanakan, atau saham biasa ditempatkan berdasarkan pemenuhan
syarat tertentu.
Efek
berpotensi saham biasa adalah instrumen keuangan atau kontrak lain yang
memungkinkan pemegangnya memperoleh saham biasa.Contoh
efek – efek berpotensi saham bisa adalah obligasi yang dapat dikonversi,saham
preferen yang dapat dikonversi, saham biasa yang dapat diterbitkan pada saat
terpenuhinya suatu kondisi tertentu, instrument keuangan yang dapat
diselesaikan dengan saham, opsi, waran, atau hak – hak lain untuk memperoleh
saham biasa entitas yang bersangkutan.
Opsi jual atas saham biasa adalah kontrak yang
memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual saham biasa pada harga tertentu
dan jangka waktu tertentu.
Opsi,
waran, dan instrumen keuangan sejenis adalah instrumen keuangan yang memberikan
hak kepada pemegangnya untuk membeli saham biasa.
Perjanjian
saham kontinjen adalah perjanjian untuk menerbitkan saham yang bergantung pada
pemenuhan syarat tertentu.
Saham
biasa adalah instrumen ekuitas yang merupakan subordinat dari semua
kelompok instrumen ekuitas lain.
Saham
biasa yang dapat ditempatkan secara kontinjen adalah saham biasa yang dapat
ditempatkan berdasarkan pemenuhan syarat tertentu dalam suatu perjanjian saham
kontinjen tanpa atau dengan sedikit pembayaran baik dalam
bentuk kas maupun alat pembayaran lain.
Efek berpotensi saham biasa adalah instrumen keuangan
atau kontrak lain yang memungkinkan pemiliknya memperoleh saham biasa.
Tujuan
Tujuan Pernyataan ini adalah untuk
menetapkan prinsip penentuan dan penyajian laba per saham, sehingga
meningkatkan daya banding kinerja antar entitas berbeda pada periode pelaporan
sama, dan antar periode pelaporan berbeda
untuk entitas sama. Meskipun data laba per saham mempunyai keterbatasan
karena adanya kebijakan akuntansi berbeda yang mungkin digunakan untuk
menentukan ‘laba’, penentuan penyebut secara konsisten akan
meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Fokus Pernyataan ini adalah pada
penyebut yang digunakan dalam penghitungan laba per saham.
Bab
II
Pembahasan
A.
LABA
PER SAHAM DASAR
Untuk entitas yang tidak memiliki
efek berpotensi saham biasa, PSAK 56 mensyaratkan penyajian angka LPS dasar
saja. LPS dihitung dengan membagi laba atau rugi neto yang tersedia bagi
pemegang saham biasa dengan jumlah saham biasa yang beredar dalam suatu
periode.
Pembilang
laba atau rugi neto yang tersedia bagi pemegang saham biasa dalam suatu periode
ditentukkan dengan memasukan semua unsur penghasilan dan beban yang diakui
dalam suatu periode, termasuk beben pajak, deviden untuk saham perferen, dan
hak – hak pemegang saham minoritas.
Saham
Tambahan yang Diterbitkan pada Harga Pasar Penuh
Jika
suatu entitas menerbitkan saham biasa tambahan selama tahun berjalan untuk
pertimbangan kas atau pertimbangan lainnya pada harga pasar penuh, maka entitas
tersebut harus menghitung jumlah rata – rata tertimbang saham biasa yang
beredar.
Saham
yang Dibeli Kembali
Jika
suatu entitas membeli kembali sahamnya selama tahun yang sama, entitas tersebut
juga harus menghitung jumlah rata – rata tertimbang saham biasa yang beredar.
Ketika suatu entitas menerbitkan saham tambahan selama tahun yang bersangkutan
dalam bentuk saham bonus, PSAK 56 mensyaratkan agar jumlah saham yang beredar
untuk perhitungan LPS disesuaikan secara retroaktif untuk efek penerbitan bonus
tersebut.
PSAK
56 juga mensyaratkan bahwa jika bonus diterbitkan setelah tanggal pelaporan
keuangan, perhitungan LPS untuk periode tersebut dan periode – periode
sebelumnya didasarkan pada jumlah saham baru.
Pemecahan
Saham
Pemecahan
saham (share split), seperti saham bonus, tidak melibatkan arus masuk dana.
Oleh kerenanya dalam perhitungan LPS, PSAK 56 mensyaratkan agar jumlah saham
yang beredar disesuiakan secara retroaktif untuk efek pemecahan saham.
PSAK
56 mensyaratkan jika pemecahan saham dilakukan setelah tanggal pelaporan keuangan,
perhitungan LPS untuk periode tersebut dan periode – periode sebelumnya harus
didasarkan pada jumlah saham yang baru.
Saham
yang Diterbitkan dalam Penggabungan Usaha
Ketika
saham bisa diterbitkan selama tahun yang bersangkutan sebagai ganti dari
kepemilikan minoritas dalam ekuitas entitas lain di suatu penggabungan usaha,
penghitungan jumlah rata – rata tertimbang dari saham yang beredar bergantung
pada bagaiman kombinasi bisnis tersebut dijelaskan.
Jika
penggabungan usaha dijelaskan dengan metode pembelian, dimana hanya laba pasca
akuisisi dari entitas yang diakuisisi saja yang disertakan dalam laba entitas
gabungan, sahamnya dianggap telah diterbitkan pada tanggal penggabungan usah
demi kepentingan penghitungan jumlah rata – rata tertimbang saham yang beredar.
Saham
Preferen
Suatu
entitas selain memiliki modal saham biasa, juga dapat mempunyai modal saham
preferen. Demi kepentingan perhitungan LPS, jumlah laba yang dikaitkan dengan
pemegang saham biasa dikurangi oleh jumlah deviden yang dibayarkan kepada
pemegang saham preferen.
Jika
saham preferen adalah non – kumulatif, jumlah deviden preferen yang dikurangi
haruslah dibatasi pada jumlah yang dibayarkan atau yang diusulkan.
B. LABA PER SAHAM DILUSIAN
Penghitungan LPS dilusian adalah didasarkan
pada asumsi bahwa semua efek berpotensi saham biasa dilutive dikonversi menjadi
saham biasa. LPS dilusian adalah angka proforma. LPS dilusian bermanfaat untuk
membandingkan profitabilitas suatu perusahaan.
LPS
dilusian yang disajikan haruslah angka kemungkinan terburuk. Kerenanya hanya
efek berpotensi saham biasa yang sifatnya dilutif yang disertakan dalam
penghitungan LPS dilusian. Angka LPS dilusian adalah informasi penting bagi
investor untuk membayangkan kemungkinan terburuk atas nilai LPS bila instrument
berpotensi saham biasa seakan – akan terjadi dan mencairkan nilai LPS dasar.
Instrumen
Konversi Dilutif
Ketika
suatu entitas memiliki instrument dikonversi, misalnya saham preferen dan
obligasi yang bisa dikonversi, atau saham pinjaman, entitas tersebut harus menyajikan LPS dasar
serta LPS dilusian. LPS dilusian dihitung berdasarkan asumsi jika dikonversi.
Apabila
sebagian dari instrument konversi sebenarnya telah dikonversi selama periode
berjalan, jumlah rata – rata tertimbang saham untuk perhitungan LPS dasar akan
dihitung berdasarkan tanggal konversi selama periode berjalan.
Opsi
dan Waran
Apabila sebuah perusahaan menerbitkan
opsi atau waran untuk memesan saham biasa perusahaan itu, dan jika pelaksanaan
opsi dan waran in berpengaruh dilutive, maka perusahaan itu harus menyajikan
baik LPS dasar maupun LPS dilusia.
LPS
dilusian dihitung dengan asumsi bahwa opsi dan waran telah dilaksanakan pada
hari pertama periode berjalan dan jumlah maksimum saham biasa baru yang telah
dikeluarkan dalam syarat – syarat opsi dan wara.
Jika
pelaksanaan opsi dan waran lebih rendah dari pada nilai pasar rata – rata saham
selama periode berjalan, maka penerapan prinsip pembelian kembali saham akan
berpengaruh kepada bertambahnya bilangan penyebut dalam perhitungan LPS
dilusian.
Saham
Biasa yang Belum Diperingatkan untuk Deviden
Apabila
suatu perusahaan memiliki saham biasa beredar yang belum diperingatkan untuk
deviden pada periode yang dilaporkan, PSAK 56 menyatakan bahwa saham itu harus
dianggap sebagai setara waran atau opsi.
Karena
saham biasa yang belum diperingatkan untuk deviden dibayar hanya sebagian di
akhir tahun yang dilaporkan, saldo yang belum dibayar diasumsikan mencerminkan
hasil yang digunakan untuk membeli saham biasa. Jumlah saham yang dimasukan ke
dalam LPS dilusian adalah perbedaan antara jumlah saham yang dipesan dan jumlah
saham yang diasumsikan dibeli.
Kontrak
yang Dapat Diselesaikan dengan Penerbitan Saham atau Pembayaran Kas
Apabila suatu perusahaan
menerbitkan kontrak yang dapat diselesaikan dengan penerbitan saham atau
pembayaran kas, PSAK 56 menyatakan bahwa perusahaan itu harus menganggap
kontrak itu akan diselesaikan dengan saham biasa, dan bahwa hasil saham biasa
potensial harus dimasukan dalam perhitungan LPS dilusian jika pengaruhnya
bersifat dilutif.
Opsi
Pembelian dan Opsi Pelunasan
PSAK
56 menyatakan bahwa kontrak – kontrak seperti penerbitan saham yang
penerimaan dananya digunakan untuk
membeli kembali saham itu atau melunasi hutang, maka tidak boleh dimasukan
dalam perhitungan LPS dilusian. Karena jika dimasukkan, kontrak – kontrak itu
bersifat antidilutif, kerena opsi pelunasan hanya dilaksanakan jika harga
pelaksana lebih besar dari pada nilai pasar, dan opsi pembelian dilaksanakan
jika harga pelaksanaan lebih kecil dari pada nilai pasar.
Uji
Antidulasi
Menurut
PSAK 56, angka pemgendalian uji dulasi adalah laba / rugi dari operasi yang
dilanjutkan per saham yang dihitung sebagai laba / rugi dari operasi yang dilanjutkan
yang terkait dengan pemilik saham induk perusahaan dibagi dengan jumlah saham
beredar yang diterbitkan.
uji antidilusi mudah dilakukan. Namun
apabila dalam kasus terdapat terdapat lebih dari satu saham atau opsi atau
waran yang dapat dikonversikan, uji antidulasi sedikit lebih rumit.
C.
PENYAJIAN
KEMBALI
Jika terjadi penerbitan bonus,
pemecahan saham atau penggabungan saham selama periode berjalan, PSAK 56
mensyaratkan bahwa pengaruh perubahan in disesuaikan secara retroaktif, dan
angka LPS komparatif disajikan kembali.
PSAK
56 juga menyatakan, bahwa jika penerbitan bonus, pemecahan saham atau
pengggabungan saham terjadi setelah tanggal pelaporan namun sebelum penerbitan
laporan keuangan, maka angka – angka LPS untuk periode berjalan dan periode –
periode sebelumnya harus disajikan kembali secara retroaktif berdasarkan jumlah
saham yang baru.
Namun,
PSAK 56 menyatakan bahwa angka – angka LPS tidak boleh disajikan kembali untuk
memperhitungkan penerbitan saham biasa untuk kas atau pembayaran lain dan
penebusan saham biasa beredar yang terjadi setelah tanggal pelaporan. Ini
karena transaksi pasca-tanggal pelaporan semacam itu mempengaruhi jumlah sumber
daya yang digunakan untuk menghasilakan laba atau rugi neto untuk periode di
masa depan.
Di
samping itu, sebagaimana dibahas pada ilustrasi 30.26 dan 30.31, PSAK 56
menyatakan bahwa angka – angka LPS periode sebelumnya yang disajikan sebagai
angka –angka komperatif tidak boleh disajikan kembali untuk memperhitungkan
asumsi yang digunakan dalam konversi saham biasa potensial menjadi saham biasa.
D.
PERSYARATAN
PENGUNGKAPAN
PSAK 56 mensyaratkan bahwa
suatu perusahaan menyajikan angka – angka LPS berikut dalam laporan laba rugi
komprehensif : LPS dasar untuk laba/rugi dari operasi yang dilanjutkan, LPS dasar
untuk laba/rugi periode berjalan, LPS dilusian untuk laba/rugi periode berjalan. PSAK 56 juga
mensyaratkan bahwa seluruh angka LPS ini disajikan sama pentingnya untuk
seluruh periode yang disajikan.
PSAK
56 mensyaratkan pengungkapan dasar perhitungan angka – angka LPS. Secara
khusus, ‘ jumlah laba atau rugi yang terkait dengan pemilik saham biasa ‘ yang
digunakan sebagai pembilang paragraph dan ‘ jumlah saham beredar ‘ yang
digunakan sebagai penyebut dalam perhitungan LPS.
PSAK
56 lebih lanjut mensyaratkan rekonsiliasi antara pembilang dalam perhitungan
LPS dengan ‘ laba rugi yang terkait dengan pemilik saham induk perusahaan’
dalam laporan laba rugi komprehensif, dan rekonsiliasi antara penyebut dalam
perhitungan LPS dengan penyebut dalam perhitungan LPS dilusian.
PSAK
56 mensyaratkan pengungkapan saham biasa potensial yang tidak dimasukan ke
dalam perhitungan LPS dilusian karena saham itu bersifat antidilutif untuk
periode yang disajikan, namun berpotensi mendilusi LPS dasar di masa depan.
PSAK 56 juga mensyaratkan pengungkapan
transaksi saham biasa atau saham biasa potensial yang terjadi setelah tanggal
pelaporan dan yang secara signifikan dapat megubah jumlah saham biasa atau
saham biasa potensial yang beredar diakhir periode jika transaksi tersebut
terjadi sebelum akhir periode yang dilaporkan.
E.
PERBEDAAN
DENGAN STANDAR IASB
PSAK 56 dibuat berdasarkan IAS 33 Laba per saham yang dikeluarkan oleh
IASB. Tidak ada perbedaan signifikan antara PSAK 56 dan IAS 33 kecuali laporan
keuangan tersendiri yang tercangkup dalam ruang lingkup tidak diadopsi karena
konsep laporan keuangan tersendiri sebagai laporan keuangan untuk umum tidak
diadopsi dalam PSAK 4.
Contoh – contoh
a) Laba
per saham dasar
PT
A dikelola pada tahun 20X1 dengan modal saham sebanyak 10.000.000. saham biasa
yang dibayar penuh, yang nilainya Rp.1.000 per saham. Tidak ada perubahan pada
modal sahamnya selama ini. Laporan laba rugi komprehensif konsilidasi untuk
tahun yang berakhir pada 31 Desember 20X8 adalah sebagai berikut :
Rp ‘000
Laba
sebelum pajak 5.000.000
Pajak 1.000.000
Laba
setelah pajak 4.000.000
Dialokasikan
untuk :
Pemegang
ekuitas induk perusahaan 3.000.000
Pemegang
saham minoritas 1.000.000
4.000.000
Dalam contoh ini LPS dihitung sebagai
berikut :
=
laba yang tersedia bagi pemegang saham ekuitas
Jumlah
saham ekuitas yang beredar
=
Rp. 3.000.000.000
10.000.000
=
Rp 300
b) Saham
tambahan yang diterbitkan pada harga pasar penuh
PT B dikelola pada tahun 20X5 dengan
modal saham 100.000.000 saham biasa yang dibayar penuh, yang nilainya Rp 1.000
per saham. Tajun bukunya berakhir pada 31 Desember. Pada 1 Oktober 20X8, PT B
menerbitkan 12.000.000 saham biasa tambahan pada harga pasar penuh secara tunai
dan bahwa semua saham baru yang diterbitkan tersebut layak untuk deviden tahun
ini.
Penghitungan LPS untuk tahun 20X5
menentukan jumlah rata – rata tertimbang saham yang beredar selama 20X8 yang
dapat dihitung dengan cara berikut :
Jumlah rata – rata tertimbang saham
yang beredar ditahun 20X8
=
100.000.000 saham yang beredar untuk 12 bulan ditambah 12.000.000 saham yang
beredar untuk 3 bulan
=
100.000.000 x 12/12 + 12.000.000 x 3/12
=
103.000.000
Atau
=
100.000.000 saham yang beredar untuk 9 bulan pertama + 112.000.000 saham beredar
untuk 3 bulan terakhir
= 100.000.000 x 9/12 + 112.000.000 x
3/12
= 103.000.000
c)
Saham yang dibeli kembali
PT C dikelola pada tahun 20X5 dengan modal saham sebanyak
100.000.000 saham biasa yang dibayar penuh, yang masing – masing bernilai
1.000.
Demi kepentingan penghitungan LPS tahun 20X8 penerbitan
bonus sebanyak 10.000.000 dianggap telah diterbitkan pada 1 Januari 20X8.
Selain itu, demi kepentingan penyajian LPS tahun 20X7 sebagai angka pembanding,
saham bonus dianggap telah diterbitkan pada 1 Januari 20X7.
Jumlah saham biasa yang beredar untuk
tahun 20X8 (an untuk tahun 20X7, jika LPS tahun 20X7 akan disajikan sebagai
angka pembanding)
=
100.000.000 saham yang beredar selama 12 bulan + 10.000.000 saham yang beredar
selama 12 bulan
=
110.000.000
d)
Pemecahan saham
PT
Z memiliki 40.000.000 saham yang beredar yang dikutip pada harga dengan hak
sebesar Rp 5.500 per saham, menerbitkan hak beli saham 1 untuk 4 (yaitu
tambahan 10.000.000 saham) pada harga pelaksana sebesar Rp 3.000 per saham.
Dalam kasus ini, harga tanpa saham teoretis dapat ditentukan seperti berikut :
=
(40.000.000 x Rp 5.500 + (10.000.000 X Rp 3.000)
50.000.000
=
Rp 5.000
e)
Opsi Pembelian dan Opsi Pelunasan
Diasumsikan
bahwa pada tanggal 1 Januari 20X8, PT ABC memiliki 1.000.000 opsi pelunasan
atau saham biasanya dengan harga pelaksanaan Rp 6.000. Nilai pasar rata – rata
saham biasa itu selama tahun 20X8 adalah Rp 4.000. Dalam kasus ini, untuk
tujuan perhitungan LPS dilusian tahun 20X8, PT ABC harus :
a. Mengasumsikan
bahwa PT ABC telah menerbitkan 1.500.000 saham (sehingga memiliki Rp
6.000.000.000 (1.500.000 x Rp 4.000) untuk memenuhi kewajiban sebesar Rp
6.000.000.000 (1.000.000 x Rp 6.000) dan
b. Mengasumsikan
bahwa PT ABC menggunakan jumlah Rp 6.000.000.000 itu untuk membeli kembali
1.000.000 saham (Rp 6.000.000.000 / Rp 6.000)\
Dengan demikian, untuk tujuan
perhitungan LPS dilusian tahun 20X8, penyebut bertambah sebesar 500.000 saham (1.500.000
– 1.000.000)
g)
Uji Antidulasi
Diasumsikan
bahwa PT ABC memilki 10.000 saham biasa yang diterbitkan, dan laporan laba rugi
konprehensif untuk tahun 20X8 adlah sebagai berikut :
Rp
Laporan
dari operasi normal 1.000.000
Rugi
dari operasi dalam penghentian 600.000
Laba
neto 400.000
Dalam kasus ini LPS dasar adalah
:
=
Rp 400.000 / 10.000
=
Rp 40
Diasumsikan
pula bahwa perusahaan memiliki saham pinjaman yang dapat dikonversikan (CLS)
beredar sebesar Rp 2.000.000, yang dapat dikonversikan menjadi 2.000 saham
biasa, suku bunga 10%, tingkat pajak 26%.
Angka pengendalian untuk uji
dilusi adalah :
=
Rp 1.000.000 / 10.000
=
Rp 100
LPS atas saham yang dapat
dikonversi adalah :
=
(Rp 2.000.000 x 10% x (1-26%)) / 2.000
=
Rp 148.000 / 2.000
=
Rp 74
Jika dibandingkan dengan angka
pengendalian, CLS bersifat dilutif dan harus dimasukan dalam
perhitungan LPS dilusian. Oleh
karena itu LPS dilusian adalah :
=
(Rp 400.000 + Rp 148.000) / (10.000 – 2.000)
=
Rp 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar